BERIBADAH, TAPI TERTOLAK KARENA MEMUTUS SILATURAHIM
إن أعمال بني آدم تعرض كل خميس ليلة الجمعة فلا يقبل عمل قاطع رحم
“Sesungguhnya amal ibadah manusia diperlihatkan setiap Hari Kamis Malam Jumat. Maka tidak diterima amal ibadah orang yang memutuskan hubungan silaturrahim“.
(HR. Al-Bukhàrî, _Al-Adabul Mufrad,_ no. 61).
Rasûlullàh _Shallallàhu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. Ketahuilah bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”
(HR. Abû Dàûd, “Shahîh”, Syaikh Al-Albànî, _Shahîhul Jàmi’_ no. 1228)
KELUARGA BAHAGIA DAN ROMANTIS SELALU MENJAGA SHALAT MALAM
Rasûlullàh _Shallallàhu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila seseorang bangun di waktu malam, lalu dia membangunkan istrinya, kemudian keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka keduanya akan dicatat sebagai pria dan wanita yang banyak berdzikir pada Allah.”
(HR. Ibnu Majah no. 1335)
TETAPLAH SEMANGAT BERIBADAH SEPERTI DI BULAN RAMADHAN
Dari ‘Abdullàh bin ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiyallàhu ‘anhumà, Rasûlullàh Shallallàhu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullàh, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi”.
(HR. Al-Bukhàrî no. 1152)
TETAPLAH BERIBADAH SETELAH RAMADHAN
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah buruknya tingkah mereka; mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di Bulan Ramadhan”. (Ibn Rajab Al-Hambalî, _Lathà’if Al-Ma’àrif,_ 244)
BERDO’A LAH YANG SEMPURNA
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَدْلِ فِيْ رَعَايَاهُمْ وَالرِّفْقِ بِهِمْ وَالاِعْتِنَاءِ بِمَصَالِحِهِمْ وَحَبَّبْهُمْ إِلَى الرَّعِيَّةِ وَحَبِّبِ الرَّعِيَّةَ إِلَيْهِمْ.
Ya Allah, perbaikilah (akhlak) para pemimpin kaum muslimin, bimbinglah mereka dalam menegakkan keadilan, menyayangi, memperhatikan kepentingan rakyat. Tumbuhkan kecintaan rakyat kepada mereka dan kecintaan mereka kepada rakyat.
DOA WAKTU DHUHA … اللهُمَّ إِنَّ الصَّحَاءَ ضَحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بهاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزَلْهُ وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجُهُ وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا (مُعَسَّرًا) فَيَسِرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهَرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرَبْهُ بِحَقِّ ضَحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِي مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Allâhumma innad dlaḥâa dlaḥâ’uka, wal bahâa bahâ’uka, wal jamâla jamâluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allâhuma in kâna rizqî fis samâ’i fa anzilhu, wa inkâna fil ardhi fa akhrijhu, wa inkâna musiran (mu’assaran) fa yassirhu, wa in kâna barâman fa thahhirhu, wa inkâna ba’îdan fa qarribhu, bi haqqi dlaḥâ’ika wa bahâ’ika wa jamâlika wa quwwatika wa qudratika âtinî mâ ataita ‘ibâdakas shâlihîn …. Artinya:
“Wahai Tuhanku, sungguh dhuha ini adalah dhuha-Mu, keagungan ini adalah keagungan-Mu, keindahan ini adalah keindahan-Mu, kekuatan ini adalah kekuatan-Mu, kuasa ini adalah kuasa-Mu, dan penjagaan ini adalah penjagaan-Mu.Wahai Tuhanku, jika rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah. Jika berada di dalam bumi maka keluarkanlah. Jika sukar atau dipersulit (kudapat), mudahkanlah. Jika (tercampur tanpa sengaja dengan yang) haram, sucikanlah. Jika jauh, dekatkanlah. Dengan hak dhuha, keelokan, keindahan, kekuatan, dan kekuasaan–Mu, datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada para hamba-Mu yang saleh.”
ALLAH SELALU MEMBERIKAN YANG TERBAIK.
Ketika Allah memberi padamu.
Maka Dia sesungguhnya sedang memperlihatkan kemurahan-Nya kepadamu.
Ketika Allah menolak permintaanmu
Maka Dia sedang menunjukkan kekuasaan-Nya dan kita ini lemah tanpa-Nya.
Maka bersyukurlah ketika Allah sedang memberi
Dan bersabarlah ketika Allah belum memberi.
Karena dibalik semua ketetapanNya pasti ada hikmah yang terbaik untuk kita.
Allah akan memberimu, jika Dia melihat waktu dan usahamu telah cukup, Yaitu waktu yang tepat di mana saatnya kamu memang pantas menerima dan usahamu telah membuktikan bahwa kamu memang benar-benar bersungguh-sungguh.
Allah akan memintamu bersabar, jika waktunya belum tepat, dan Dia melihat bahwa kamu memang saat ini belum pantas menerimanya dan kamu juga masih harus terus berjuang lagi.
Dan Allah akan menolak, jika kamu menginkan sesuatu yang menurutNya tidak baik, meski itu baik menurutmu, karena Allah Maha tahu manfaat dan mudharatnya apa yang akan terjadi setelahnya.
Sungguh betapa sayangnya Allah kepada hamba-Nya, selalu memberikan yang terbaik kepada kita, namun kitalah yang sering kali salah dalam memahami rahmat dan karunia-Nya.
Maka hendaknya kita jangan mudah berputus asa, dan sebaliknya apapun keadaannya tetaplah bersandar hanya pada Allah.
Karena tak ada pinta dan harap yang terluput, kecuali semua pengabulannya selalu yang terbaik
Meski pun terkadang tak sesuai harapan kita, tapi itulah yang sejatinya yang terbaik untuk kita.
Karena Allah memberi bukan apa yang senantiasa kita inginkan, tapi Allah memberi apa yang senantiasa terbaik untuk kita.
JANGAN PUAS DENGAN AMAL YANG BANYAK
‘Aun bin Abdillàh berkata,
لا تثقن بكثرة العمل فإنك لا تدري يقبل منك أم لا، ولا تأمن ذنوبك فإنك لا تدري هل كفرت عنك أم لا إن عملك مُغيّب عنك كله ) جامع العلوم و الحكم: 1\437 التوبة لابن أبي الدنيا 73)
“Janganlah engkau merasa puas dengan banyaknya amalanmu, karena sesungguhnya engkau tidak tahu amalanmu diterima atau tidak.”
Dan jangan pula engkau merasa aman dari dosa–dosamu, karena sesungguhnya engkau tidak mengerti apakah dosamu telah diampuni ataukah belum.
Atau jangan-jangan, justru amalanmu seluruhnya telah sirna darimu.”
(Ibn Rajab Al-Hambalî, _Jàmi’ul ‘Ulûm wal Hikàm,_ 1/437).
Alî Bin Abî Thàlib Radhiyallàhu ‘Anhu berkata,
كونوا لقبول العمل أشد اهتماما منكم بالعمل ألم تسمعوا الله عز و جل يقول : { إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ{
“Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian diterima daripada hanya sekedar beramal.
Tidakkah kalian pernah menyimak Firman Allah Ta’àlà : “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa.“
(Ibnu Rajab (w.795 H), Lathàif Al-Ma’àrif, 1/208).
IRHAMU MAN FIL ARDLI YARHAMKUM MAN FIS SAMA’. “Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.”
Imam al-Ghazali yang tengah sibuk menulis kitab, menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta baru kemudian dipakai untuk menulis, jika habis dicelup lagi dan menulis lagi. Begitu seterusnya. Di tengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu. Demikian halnya dengan orang yang berilmu. Aamiin ya Mujiibas Saailiin.
TIADA YANG TAHU AMALANNYA DITERIMA
‘Alî bin Abi Thàlib Radhiyallahu ’anhu berkata,
ياَ لَيْتَ شِعْرِي مَن هَذَا المَقْبُول فَنُهَنِّيْهِ وَمَنْ هَذَا المَحْرُوم فنعزيه.
“Aduhai, andai aku tahu siapakah yang diterima amalannya pastilah kami akan mengucapkan selamat kepadanya dan siapa yang ditolak amalannya, maka kami akan berbela sungkawa padanya.“
(Ibnu Rajab (w.795 H), Lathàif Al-Ma’àrif, hal. 210)
MEREKA KHAWATIR,
APAKAH AMALAN MEREKA DITERIMA ATAU TIDAK
Abdul Azîz bin Abî Rawwàd berkata,
أدركتهم يجتهدون في العمل الصالح فإذا فعلوه وقع عليهم الهم أيقبل منهم أم لا
“Aku bertemu dengan mereka Para Shahabat, mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh melakukan amal shaleh. Namun jika mereka telah melakukannya lalu terdapat kekhawatiran pada diri mereka, apakah amalan mereka diterima atau tidak”.
(Ibnu Rajab (w.795 H), Lathàif Al-Ma’àrif, hal. 368-369).
Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat, sabar, ikhlas, bersyukur serta istiqamah dalam ketaatan
Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Wassalam BuyaHMA Buya Masoed Abidin bin Zainal Abidin bin Abdul Jabbar